Obyek
hukum dapat dikatakan sebagai lawan dari subyek hukum, karena obyek hukum merupakan
segala sesuatu yang dapat di hak oleh subyek hukum. Dengan demikian jelas kategorinya
bahwa yang memiliki hak dan kewajiban mestilah itu subyek hukum dan yang dapat dikenai
hak atasnya pastilah obyek hukum.
Di
dalam kehidupan nyata keseharian perihal subyek hokum menjadi seolah tak berbatas
tegas dengan obyek hukum. Subyek hokum merupakan pendukung hak dan kewajiban dalam
satu kesatuan, yang artinya dimana ada hak maka disana ada kewajiban demikian sebaliknya,
namun kenyataannya seringkali terlihat dan terdengar bahwa ada orang-orang yang
dengan sengaja mengubah status manusia yang semula subyek hukum menjadi obyek hukum,
misalnya orang yang dipekerjakan dengan tidak memperoleh gaji bahkan disekap tanpa
memperoleh hak-hak dasar seperti beribadah, makan dan minum (berada dibawah kekuasaan
orang lain tanpa memiliki hak yang semestinya dimiliki). Demikian juga halnya dengan
aktivitas menjual manusia dengan segala cara, bentuk dan motivasi (ini termasuk
menurunkan derajat manusia yang semula subyek hokum menjadi obyek hukum).
100 Ribu Anak Indonesia Korban Perdagangan Manusia Setiap
Tahun
Kasus human trafficking atau perdagangan manusia di Indonesia kembali terkuak.
Yang baru-baru ini cukup menggemparkan adalah kasus yang terjadi di Medan,
Sumatera Utara. Itu pekerja dewasa, lalu bagaimana perdagangan anak-anak?
Anggota Komisi VIII DPR RI Saraswati Rahayu Djojohadikusumo mencatat, sedikitnya 100 ribu anak jadi korban perdagangan manusia.
Jumlah ini belum termasuk jumlah wanita yang sudah di atas usia 18 tahun.
"Soal data saya tidak bisa memastikan tapi diestimasikan
sebanyak 100 ribu anak diperdagangan setiap tahun dan mayoritas perempuan,"
ujar anggota Saraswati, Jakarta, Rabu (3/12/2014).
Jumlah perdagangan manusia di Indonesia sejalan dengan jumlah
perdagangan manusia di dunia. Saraswati mengatakan, berdasarkan data yang
dimilikinya, setiap 42 detik 1 orang menjadi korban perdagangan manusia.
Menurut Saraswati, masalah terbesar yang menyebabkan angka perdagangan
manusia begitu besar masih disebabkan faktor ekonomi. Banyak warga di
Indonesia, khususnya di daerah lahan pekerjaan tidak terbuka dengan luas.
"Ekploitasi ekonomi kemiskinan ini masih jadi faktor.
Pendidikan kurang, lahan pertanian tidak ada dukungan dari pemerintah. Anggaran
kurang dari 1%," lanjut Dia.
Selain menjadi korban perdagangan manusia di bidang seks,
lanjut Saraswati, tidak sedikit anak-anak yang dipekerjakan paksa di beberapa perusahaan.
Di Indonesia, sedikitnya ada 3 bidang industri yang paling banyak mempekerjakan
anak.
"Industri emas, footware, dan tembakau. Saya harapkan industri
rokok di Indonesia tidak melakukan itu lagi," pungkas Saraswati.
Kasus penyiksaan pembantu rumah tangga atau PRT di Medan ini terbongkar
setelah polisi mendapat laporan terjadi perdagangan manusia. Polisi sudah
menentapkan Syamsul Anwar, Radika istrinya dan 5 anggota keluarga lainnya sebagai
tersangka. Mereka kini ditahan di Polresta Medan. (Rmn)
Aktivitas
menjual manusia dengan segala cara, bentuk dan motivasi (ini termasuk menurunkan
derajat manusia yang semula subyek hokum menjadi obyek hukum). Lebih memprihatinkan
lagi adalah jika ada orang-orang yang secara sadar memperdagangkan atau menawarkan
dirinya sendiri. Bukankah ini semua berarti telah mengubah kedudukan makhluk
yang semula diangkat dan dimuliakan oleh Tuhan Penguasa semesta menjadi makhluk
yang sangat rendah dan hina yaitu sederajat dengan obyek hukum lain seperti benda
pada umumnya dan binatang.
Selain contoh kasus diatas, ada
pula kasus yang baru baru ini terjadi, Yaitu :
Dua kapal Indonesia dibajak di Filipina, 10 WNI
disandera
Ilustrasikapaltunda.
Dua
kapal Indonesia, yakni kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang Anand 12, telah
dibajak kelompok yang mengaku Abu Sayyaf di Filipina. Kedua kapal itu membawa
7.000 ton batubara dan 10 awak kapal berkewarganegaraan Indonesia.
“Saat
dibajak, kedua kapal dalam perjalanan dari Sungai Puting, Kalimantan Selatan,
menuju Batangas, Filipina Selatan,” ungkap juru bicara Kementerian Luar Negeri
RI, Arrmanatha Nasir, lewat pernyataan tertulisnya, Selasa (29/03).
Selasa
(29/03), Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Kolonel Laut Edi Sucipto,
mengungkapkan pembajakan terjadi “di perairan Tawi-tawi” di Filipina Selatan.
Menurut
Edi, sebelumnya “tidak pernah ada kejadian (pembajakan) kapal Indonesia di
kawasan tersebut”.
Soal
kapan kapal itu dibajak, pemerintah mengaku tidak mengetahui persis. Yang
jelas, kapal memulai pelayaran pada 15 Maret dan baru diketahui dibajak beberapa
hari lalu.
“Pihak
pemilik kapal baru mengetahui terjadi pembajakan pada 26 Maret, pada saat menerima
telepon dari seseorang yang mengaku dari kelompok Abu Sayyaf,” tutur Arrmanatha.
Kementerian
Luar Negeri RI menegaskan Kapal Brahma 12 telah dilepaskan dan saat ini berada
di tangan otoritas Filipina.
Namun,
kapal Anand 12 dan 10 awak kapal masih berada di tangan pembajak. “Belum diketahui
persis di mana posisi mereka," kata Arrmanatha.
Arrmanatha
mengungkapkan “dalam dua kali telepon antara pembajak-penyandera sejak tanggal
26 Maret, mereka meminta tuntutan sejumlah uang tebusan”.
Kemenlu
belum mau mengonfirmasi berapa jumlah uang tebusan yang diminta, tetapi berdasarkan
laporan yang beredar, Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta peso atau setara
Rp14,2 miliar, dengan tenggat pada 31 Maret.
“Menlu
terus berkomunikasi dengan berbagai pihak terkait di Indonesia dan Filipina,”
tutur Arrmanatha.
Sementara
itu, TNI Angkatan Laut mengaku siap mengerahkan pasukan “kalau ada permintaan untuk
membantu menyelesaikan masalah itu”.
Menurut
Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Laut, Kolonel Laut Edi Sucipto, selalu ada
patrol wilayah penegakan kedaulatan di perairan Indonesia yang berbatasan dengan
Filipina.
Patroli
tersebut, menurutnya, melibatkan empat kapal perang, yakni KRI Surabaya, KRI
Ajak, KRI Ami dan KRI Mandau.
"Selain
itu juga ada dua tim komando pasukan katak (Kopaska)," tandas Eko.
Kapal Indonesia Dibajak di
Malaysia, 4 WNI Diculik
IlustrasiolehMindraPurnomo
Pembajakan
2 kapal berbendera Indonesia kembali terjadi di perairan perbatasan
Malaysia-Filipina. Dilaporkan 4 orang warga negara Indonesia (WNI) diculik.
"Kapal
membawa 10 orang ABK WNI. Dalam peristiwa tersebut 1 orang ABK tertembak, 5
orang selamat dan 4 orang diculik," demikian bunyi siaran persresmi dari Kementerian
Luar Negeri (Kemenlu) RI yang disusun Direktur Perlindungan WNI Lalu M Iqbal,
seperti yang diterima detikcom, Sabtu (16/4/2016).
Pembajakan
2 kapal itu terjadi pada pukul 18.31 waktu setempat, Jumat (15/6/2016). Dua kapal
yang dibajak yaitu Kapal Tunda TB Henry dan Kapal Tongkang Cristi. Kapal tersebut
dalam perjalanan kembali dari Cebu, Filipina, menuju Tarakan.
Namun
tidak disebutkan secara jelas siapa pihak yang menculik serta melukai WNI dalam
kapan tersebut.
Sebelumnya,
10 WNI diculik oleh kelompok Abu Sayyaf. Militer Filipina pun sempat menyerbu kelompok
itu namun 10 WNI masih belum terselamatkan.
Kabar
terkini yang didapat adalah kondisi kesepuluh WNI dalam keadaan sehat. Kini pemerintah
RI masih terus melakukan komunikasi secara intensif kesemua jaringan terkait.
Sumber
:
Nama
Kelompok :
1. Dewi Ayu
Agustia (22214868)
2. Dewi Shinta
Pratiwi (22214891)
3. Dina Dwi
Santia (23214134)
4. Diyah Wieny P
(23214221)
Kelas : 2EB10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar